Senin, 09 Maret 2015

Sejarah Terbentuknya BPK

Cikal bakal ide pembentukan BPK berasal dari Raad van Rekenkamer pada zaman Hindia Belanda. Beberapa Negara lain juga mengadakan lembaga yang semacam ini untuk menjalankan fungsi-fungsi pemeriksaan auditor terhadap kinerja keuangan pemerintah. Misalnya, di RRC terdapat lembaga konstitusional yang disebut Yuan Pengawas Keuangan sebagai salah satu pilar kelembagaan Negara yang penting. Fungsi pemeriksaan keuangan yang dikaitkan dengan lembaga ini sebenarnya terkait erat dengan fungsi pengawasan oleh parlemen. Oleh karena itu, kedudukan kelembagaan BPK ini sesungguhnya berada dalam ranah kekuasaan legislatif, atau sekurang-kurangnya berhimpitan dengan fungsi pengawasan yang dijalankan oleh DPR. Oleh karena itu, laporan hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh BPK ini harus dilaporkan atau disampaikan kepada DPR untuk ditindaklanjuti sebagaimana mestinya.
Sebelum dilakukan perubahan UUD 1945, kelembagaan BPK diatur dalam Pasal 23 ayat (5) berada dalam Bab VIII tentang Hal Keuangan. Pasal 23 ayat (5) UUD Tahun 1945 menetapkan bahwa untuk memeriksa tanggung jawab tentang Keuangan Negara diadakan suatu BPK yang peraturannya ditetapkan dengan UU. Hasil pemeriksaan itu disampaikan kepada DPR. Berdasarkan amanat UUD Tahun 1945 tersebut telah dikeluarkan Surat Penetapan Pemerintah No.11/OEM tanggal 28 Desember 1946 tentang pembentukan BPK, pada tanggal 1 Januari 1947 yang berkedudukan sementara di kota Magelang. Pada waktu itu BPK hanya mempunyai 9 orang pegawai dan sebagai Ketua BPK pertama adalah R. Soerasno. Untuk memulai tugasnya, BPK dengan suratnya Nomor : 941 tanggal 12 April 1947 telah mengumumkan kepada semua instansi di Wilayah Republik Indonesia mengenai tugas dan kewajibannya dalam memeriksa tanggung jawab tentang Keuangan Negara, untuk sementara masih menggunakan peraturan perUUan yang dulu berlaku bagi pelaksanaan tugas Algemene Rekenkamer (BPK Hindia Belanda), yaitu ICW dan IAR.
Dalam Penetapan Pemerintah Nomor : 6 Tahun 1948 tanggal 6 Nopember 1948 tempat kedudukan BPK dipindahkan dari Magelang ke Yogyakarta. Negara Republik Indonesia yang ibu kotanya di Yogyakarta tetap mempunyai BPK sesuai ketentuan Pasal 23 ayat (5) UUD Tahun 1945; Ketuanya diwakili oleh R. Kasirman yang diangkat berdasarkan SK Presiden RI tanggal 31 Januari 1950 No.13/A/1950 terhitung mulai 1 Agustus 1949.  
Dengan dibentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia Serikat berdasarkan Piagam Konstitusi RIS tanggal 14 Desember 1949, maka dibentuk Dewan Pengawas Keuangan yang merupakan salah satu alat perlengkapan negara RIS, sebagai Ketua diangkat R. Soerasno mulai tanggal 31 Desember 1949, yang sebelumnya menjabat sebagai Ketua BPK di Yogyakarta. Dewan Pengawas Keuangan RIS berkantor di Bogor menempati bekas kantor Algemene Rekenkamer pada masa pemerintah Netherland Indies Civil Administration (NICA).
Untuk mengganti PERPU tersebut, dikeluarkanlah UU Nomor 17 Tahun Tahun 1965 yang antara lain menetapkan bahwa Presiden, sebagai Pemimpin Besar Revolusi pemegang kekuasaan pemeriksaan dan penelitian tertinggi atas penyusunan dan pengurusan Keuangan Negara. Ketua dan Wakil Ketua BPK berkedudukan masing-masing sebagai Menteri Koordinator dan Menteri. Akhirnya oleh MPRS dengan Ketetapan No.X/MPRS/1966 Kedudukan BPK dikembalikan pada posisi dan fungsi semula sebagai Lembaga Tinggi Negara. Sehingga UU yang mendasari tugas BPK perlu diubah dan akhirnya baru direalisasikan pada Tahun 1973 dengan UU No. 5 Tahun 1973 Tentang BPK.
Dalam era Reformasi sekarang ini, BPK telah mendapatkan dukungan konstitusional dari MPR dalam Sidang Tahunan Tahun 2002 yang memperkuat kedudukan BPK sebagai lembaga pemeriksa eksternal di bidang Keuangan Negara, yaitu dengan dikeluarkannya TAP MPR No.VI/MPR/2002 yang antara lain menegaskan kembali kedudukan BPK sebagai satu-satunya lembaga pemeriksa eksternal keuangan negara dan peranannya perlu lebih dimantapkan sebagai lembaga yang independen dan profesional. Untuk lebih memantapkan tugas BPK, ketentuan yang mengatur BPK dalam UUD Tahun 1945 telah diamandemen. Sebelum amandemen BPK hanya diatur dalam satu ayat (pasal 23 ayat 5) kemudian dalam Perubahan Ketiga UUD 1945 dikembangkan menjadi satu bab tersendiri (Bab VIII A) dengan tiga pasal (23E, 23F, dan 23G) dan tujuh ayat. Untuk menunjang tugasnya, BPK didukung dengan seperangkat UU di bidang Keuangan Negara, yaitu;
- UU No.17 Tahun 2003 Tentang keuangan Negara
- UU No.1 Tahun 2004 Tentang Perbendaharaan Negara

- UU No. 15 Tahun 2004 Tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara.

1 komentar: