Rabu, 27 Mei 2015

KEDUDUKAN PANCASILA SEBAGAI DASAR NEGARA

Pengertian Pancasila sebagai dasar negara diperoleh dari alinea keempat Pembukaan UUD 1945 dan sebagaimana tertuang dalam Memorandum DPR-GR 9 Juni 1966 yang menandaskan Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa yang telah dimurnikan dan dipadatkan oleh PPKI atas nama rakyat Indonesia menjadi dasar negara Republik Indonesia. Memorandum DPR-GR itu disahkan pula oleh MPRS dengan Ketetapan No.XX/MPRS/1966 jo. Ketetapan MPR No.V/MPR/1973 dan Ketetapan MPR No.IX/MPR/1978 yang menegaskan kedudukan Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum atau sumber dari tertib hukum di Indonesia.
Kedudukan Pancasila sebagai dasar negara yaitu Pancasila sebagai dasar dari penyelenggaraan kehidupan bernegara bagi Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kedudukan Pancasila sebagai dasar negara  sesuai dengan apa yang tersurat dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alenia 4 antara lain menegaskan:
“….., maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan itu dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada: Ketuhanan Yang Maha esa. kemanusiaan yang adildan beradab, persatuan Indonesia, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”.     
Dengan kedudukan yang istimewa tersebut, selanjutnya dalam proses penyelenggaraan kehidupan bernegara memiliki fungsi yang kuat pula. Pasal-pasal Undang-Undang Dasar 1945 menggariskan ketentuan-ketentuan yang menunjukkan fungsi pancasila dalam proses penyelenggaraan kehidupan bernegara.
Sebagai dasar negara Pancasila dipergunakan untuk mengatur seluruh tatanan kehidupan bangsa dan negara Indonesia, artinya segala sesuatu yang berhubungan dengan pelaksanaan sistem ketatanegaraan Negara Kesatuan RepublikIndonesia (NKRI) harus berdasarkan Pancasila. Hal ini berarti juga bahwa semua peraturan yang berlaku di negara Republik Indonesia harus bersumberkan kepada Pancasila. 
Kedudukan pancasila sebagai dasar negara dapat dirinci sebagai berikut:

  1. Pancasila sebagai dasar negara adalah sumber dari segala sumber hukum (sumber tertib hukum) Indonesia
  2. Pancasila merupakan asas kerohanian tertib hukum Indonesia yang dalam Pembukaan UUD 1945 dijabarkan dalam empatpokok pikiran
  3. Mewujudkan cita-cita hukum bagi hukum dasar negara baikhukum dasar tertulis maupun tidak tertulis
  4. Pancasila mengandung norma yang mengharuskan UUD 1945 mengandung isi yang mewajibkan pemerintah dan penyelenggara negara termasuk penyelenggara partai

Sabtu, 14 Maret 2015

Teknik Dasar Permainan Bulu Tangkis

a.       Teknik dasar memegang raket
·         American Grip
Cara melakukan sebagai berikut.
1.      Tangan memegang raket di bagian ujung tangkai (handle) seperti memegang pukul kasur.
2.      Ibu jari dan jari telunjuk menempel pada tangkai.
·         Forehand Grip
Cara melakukan sebagai berikut.
1.      Raket dipegang dalam posisi miring.
2.      Ibu jari dan jari telunjuk menempel pada tangkai raket yang sempit.
3.      Pada waktu memegang raket tidak boleh diubah-ubah.
·         Backhand Grip
Cara melakukan sebagai berikut.
1.      Raket dipegang dalam posisi miring.
2.      Pada waktu memegang raket ibu jari berada di bagian belakang tangkai raket, sedangkan jari-jari tangan diletakkan di bagian depan.
·         Combination Grip
Cara melakukan sebagai berikut.
1.      Raket yang dipegang dalam posisi miring.
2.      Jari telunjuk diletakkan di bagian depan menghadap ke ujung raket, ibu jari memangkul di tangkai raket di sisi belakang dan jari-jari yang lain ditekuk di bawah tangkai raket.
b.      Teknik pukulan
1) Servis Pendek (Short Service)
Servis pendek (short service) dapat dilakukan secara forehand ataupun backhand. Pukulan servis pendek diusahakan bola serendah mungkin dengan ketinggian net sehingga lawan akan mengalami kesulitan dalam mengembalikan bola.
Cara melakukan servis pendek forehand sebagai berikut.
1.      Sikap awal berdiri dengan sikap kaki kuda-kuda.
2.      Salah satu tangan memegang raket yang diletakkan di samping badan dan tangan yang lain melambungkan bola.
3.      Setelah bola dilambungkan, bola dipukul secara pelan-pelan dengan menggunakan pergelangan tangan diikuti berat badan digeser ke depan.
Cara melakukan servis pendek secara backhand sebagai berikut.
1.      Sikap awal berdiri badan condong ke depan dengan sikap kaki kuda-kuda.
2.      Salah satu tangan memegang raket yang diletakkan di depan badan di bawah pusat dan tangan yang lain memegang bola.
3.      Bola dilambungkan kemudian bola didorong dengan raket secara pelan-pelan diusahakan bola dekat dengan ketinggian net.
2) Servis Tinggi (Lob Service)
Servis ini dilakukan dengan pukulan yang keras dan bola diusahakan berjalan melambung tinggi kemudian bola sampai di garis bagian belakang. Servis tinggi juga dapat dilakukan secara forehand dan backhand. Cara melakukan servis tinggi dengan pukulan forehand adalah sebagai berikut.
1.      Sikap awal berdiri kaki kuda-kuda, salah satu tangan diletakkan di samping badan bagian belakang bawah dan tangan yang lain memegang bola.
2.      Bola dipukul melambung sekuat tenaga dengan ayunan raket dari belakang ke arah depan atas dan diusahakan melambung tinggi ke arah garis belakang.
Cara melakukan servis tinggi dengan pukulan backhand adalah sebagai berikut.
1.      Sikap awal berdiri dengan posisi kaki kuda-kuda dan badan condong ke depan.
2.      Salah satu tangan memegang raket yang diletakkan di depan tubuh di bawah pusat dan tangan yang lain memegang bola.

3.      Bola dilambungkan kemudian dipukul dengan raket ke arah depan secara keras. Usahakan bola berjalan melambung ke arah lapangan bagian belakang.

Senin, 09 Maret 2015

Sejarah Terbentuknya BPK

Cikal bakal ide pembentukan BPK berasal dari Raad van Rekenkamer pada zaman Hindia Belanda. Beberapa Negara lain juga mengadakan lembaga yang semacam ini untuk menjalankan fungsi-fungsi pemeriksaan auditor terhadap kinerja keuangan pemerintah. Misalnya, di RRC terdapat lembaga konstitusional yang disebut Yuan Pengawas Keuangan sebagai salah satu pilar kelembagaan Negara yang penting. Fungsi pemeriksaan keuangan yang dikaitkan dengan lembaga ini sebenarnya terkait erat dengan fungsi pengawasan oleh parlemen. Oleh karena itu, kedudukan kelembagaan BPK ini sesungguhnya berada dalam ranah kekuasaan legislatif, atau sekurang-kurangnya berhimpitan dengan fungsi pengawasan yang dijalankan oleh DPR. Oleh karena itu, laporan hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh BPK ini harus dilaporkan atau disampaikan kepada DPR untuk ditindaklanjuti sebagaimana mestinya.
Sebelum dilakukan perubahan UUD 1945, kelembagaan BPK diatur dalam Pasal 23 ayat (5) berada dalam Bab VIII tentang Hal Keuangan. Pasal 23 ayat (5) UUD Tahun 1945 menetapkan bahwa untuk memeriksa tanggung jawab tentang Keuangan Negara diadakan suatu BPK yang peraturannya ditetapkan dengan UU. Hasil pemeriksaan itu disampaikan kepada DPR. Berdasarkan amanat UUD Tahun 1945 tersebut telah dikeluarkan Surat Penetapan Pemerintah No.11/OEM tanggal 28 Desember 1946 tentang pembentukan BPK, pada tanggal 1 Januari 1947 yang berkedudukan sementara di kota Magelang. Pada waktu itu BPK hanya mempunyai 9 orang pegawai dan sebagai Ketua BPK pertama adalah R. Soerasno. Untuk memulai tugasnya, BPK dengan suratnya Nomor : 941 tanggal 12 April 1947 telah mengumumkan kepada semua instansi di Wilayah Republik Indonesia mengenai tugas dan kewajibannya dalam memeriksa tanggung jawab tentang Keuangan Negara, untuk sementara masih menggunakan peraturan perUUan yang dulu berlaku bagi pelaksanaan tugas Algemene Rekenkamer (BPK Hindia Belanda), yaitu ICW dan IAR.
Dalam Penetapan Pemerintah Nomor : 6 Tahun 1948 tanggal 6 Nopember 1948 tempat kedudukan BPK dipindahkan dari Magelang ke Yogyakarta. Negara Republik Indonesia yang ibu kotanya di Yogyakarta tetap mempunyai BPK sesuai ketentuan Pasal 23 ayat (5) UUD Tahun 1945; Ketuanya diwakili oleh R. Kasirman yang diangkat berdasarkan SK Presiden RI tanggal 31 Januari 1950 No.13/A/1950 terhitung mulai 1 Agustus 1949.  
Dengan dibentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia Serikat berdasarkan Piagam Konstitusi RIS tanggal 14 Desember 1949, maka dibentuk Dewan Pengawas Keuangan yang merupakan salah satu alat perlengkapan negara RIS, sebagai Ketua diangkat R. Soerasno mulai tanggal 31 Desember 1949, yang sebelumnya menjabat sebagai Ketua BPK di Yogyakarta. Dewan Pengawas Keuangan RIS berkantor di Bogor menempati bekas kantor Algemene Rekenkamer pada masa pemerintah Netherland Indies Civil Administration (NICA).
Untuk mengganti PERPU tersebut, dikeluarkanlah UU Nomor 17 Tahun Tahun 1965 yang antara lain menetapkan bahwa Presiden, sebagai Pemimpin Besar Revolusi pemegang kekuasaan pemeriksaan dan penelitian tertinggi atas penyusunan dan pengurusan Keuangan Negara. Ketua dan Wakil Ketua BPK berkedudukan masing-masing sebagai Menteri Koordinator dan Menteri. Akhirnya oleh MPRS dengan Ketetapan No.X/MPRS/1966 Kedudukan BPK dikembalikan pada posisi dan fungsi semula sebagai Lembaga Tinggi Negara. Sehingga UU yang mendasari tugas BPK perlu diubah dan akhirnya baru direalisasikan pada Tahun 1973 dengan UU No. 5 Tahun 1973 Tentang BPK.
Dalam era Reformasi sekarang ini, BPK telah mendapatkan dukungan konstitusional dari MPR dalam Sidang Tahunan Tahun 2002 yang memperkuat kedudukan BPK sebagai lembaga pemeriksa eksternal di bidang Keuangan Negara, yaitu dengan dikeluarkannya TAP MPR No.VI/MPR/2002 yang antara lain menegaskan kembali kedudukan BPK sebagai satu-satunya lembaga pemeriksa eksternal keuangan negara dan peranannya perlu lebih dimantapkan sebagai lembaga yang independen dan profesional. Untuk lebih memantapkan tugas BPK, ketentuan yang mengatur BPK dalam UUD Tahun 1945 telah diamandemen. Sebelum amandemen BPK hanya diatur dalam satu ayat (pasal 23 ayat 5) kemudian dalam Perubahan Ketiga UUD 1945 dikembangkan menjadi satu bab tersendiri (Bab VIII A) dengan tiga pasal (23E, 23F, dan 23G) dan tujuh ayat. Untuk menunjang tugasnya, BPK didukung dengan seperangkat UU di bidang Keuangan Negara, yaitu;
- UU No.17 Tahun 2003 Tentang keuangan Negara
- UU No.1 Tahun 2004 Tentang Perbendaharaan Negara

- UU No. 15 Tahun 2004 Tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara.

Senin, 02 Maret 2015

Kondisi Indonesia Pasca Reformasi Dalam Bidang Politik, Sosial, dan Ekonomi

Reformasi dapat diartikan sebagai pembaharuan ajaran agama Nasrani. Dalam bahasa Inggris disebut “Reformation”. Pembaharuan ini dipelopori oleh Martin Luther, lahir di kota Eisleben, Jerman pada tanggal 10 Nopember 1483. Atau dapat diartikan sebagai Reformasi merupakan suatu gerakan yang menghendaki adanya perubahan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara ke arah yang lebih baik secara konstitusional. Artinya, adanya perubahan kehidupan dalam bidang politik, ekonomi, hukum, sosial, dan budaya yang lebih baik, demokratis berdasarkan prinsip kebebasan, persamaan, dan persaudaraan. Gerakan reformasi lahir sebagai jawaban atas krisis yang melanda berbagai segi kehidupan. Krisis politik, ekonomi, hukum, dan krisis sosial merupakan faktorfaktor yang mendorong lahirnya gerakan reformasi. Bahkan, krisis kepercayaan telah menjadi salah satu indikator yang menentukan. Reformasi dipandang sebagai gerakan yang tidak boleh ditawar- tawar lagi dan karena itu, hampir seluruh rakyat Indonesia mendukung sepenuhnya gerakan reformasi tersebut.
Dengan semangat reformasi, rakyat Indonesia menghendaki adanya pergantian kepemimpinan nasional sebagai langkah awal menuju terwujudnya masyarakat yang adil dan makmur. Pergantian kepemimpinan nasional diharapkan dapat memperbaiki kehidupan politik, ekonomi, hukum, sosial, dan budaya. Indoenesia harus dipimpin oleh orang yang memiliki kepedulian terhadap kesulitan dan penderitaan rakyat. Pasca runtuhnya rezim politik Orde Baru-nya Suharto yang otoriter di tahun 1998. Indonesia, kemudian memasuki masa Reformasi, yang lantas disebut juga Orde Reformasi.
Keadaan bersejarah bangsa Indonesia ini membawa dampak perubahan yang besar pada bidang politik, sosial, ekonomi Indonesia. Masa pasca ekonomi merupakan jaman yang menantang dan menguji masyarakat bangsa Indonesia.
A.     Bidang Politik
Sistem Politik Indonesia Pasca Reformasi diartikan sebagai keseluruhan kegiatan yang berlangsung di Indonesia pasca reformasi berkaitan dengan kekuasaan, pengambilan keputusan, kepentingan umum, seleksi dan penyusunan skala prioritasnya.
Harus diakui, perubahan sistem politik di Indonesia yang berjalan sangat cepat sejak reformasi 1998 tidak sepenuhnya berada di dalam kontrol kaum pergerakan, untuk tidak dikatakan telah jatuh ke tangan kelompok ideologis lain.  Secara sederhana dapat dikatakan bahwa kekuatan liberal yang memasukkan ide-ide liberalisasi politik sekaligus liberalisasi ekonomi, lebih dominan. Jika pun terjadi sirkulasi kepemimpinan elit politik di negeri ini, sesungguhnya perputaran itu sekaligus menyingkirkan kalangan “kiri” dan “sosial-demokrasi”, meski ide reformasi sebetulnya digagas oleh kelompok ini. Berbagai alasan penyebab bisa diuraikan, namun yang paling pokok adalah kegagalan membangun organisasi strategis di dalam mengarahkan perubahan. Kaum kiri dan sosial-demokrat, selain miskin inovasi di dalam menyusun skema organisasi perjuangannya, juga gagal meyakinkan publik mengenai platform perjuangan yang lebih praktikal. Kebiasaan berwacana di tataran “ideologi abstrak” menyebabkannya tak begitu mendapatkan dukungan publik yang lebih luas, selain persoalan-persoalan konflik internal yang tak berkesudahan. Oleh karena itu, dengan gampang desain kaum liberal “diterima” menjadi desain baru sistem politik Indonesia, sementara sistem ekonomi kapitalistik tinggal meneruskan skema ekonomi Orde Baru dengan berbagai polesan kecil ditambah penetrasi ide neoliberalisme ke dalam sistem ekonomi. Penguasaan yang lemah akan modal sosial, finansial dan jaringan sosial-politik yang miskin, ditambah miskinnya kreasi, mendorong kaum kiri dan sosial-demokrat berada di pinggiran.
Dalam posisi seperti inilah kemudian format ketatanegaraan kita disusun, dimana dominasi kaum liberal menjadi begitu dominan, selain kelompok pragmatis yang memang merupakan pemain lama di dalam pentas politik dan ekonomi nasional, kita sebut saja sebagai “broker politik dan ekonomi” suatu istilah yang mungkin secara akademik kurang tepat. Tidak heran, bila kemudian arah reformasi sistem politik menjadi hampir tidak terkawal. Perubahan konstitusi mau pun akibatnya terhadap perubahan institusi dan norma perilaku berpolitik, kebijakan dan praktek politik pemerintahan jauh dari apa yang dicita-citakan kaum kiri dan sosial-demokrat.
Secara singkat dapat dilihat beberapa kelebihan dan kekurangan pada masa pasca reformasi
       a. Kelebihan Sistem Politik Indonesia Pasca Reformasi adalah sebagai berikut.
1.        Adanya kebebasan berpendapat dan kepentingan yang tidak pernah direalisasikan pada masa Orde Baru
2.      Berkurangnya cara-cara kekerasan terhadap masyarakat yang berusaha mengkritik pemerintah. Dimana pada masa Orde Baru, tokoh-tokoh pengkritik pemerintah akan dipenjarakan, dan adanya para Petrus (penembak misterius) yang diduga pembunuh bayaran pemerintah yang bertugas untuk “menghabisi” orang-orang yang berusaha membuka kedok pemerintah.
3.       Perbaikan bidang HAM yang pada masa Orde Baru banyak dilanggar oleh pemerintah sendiri
4.      Semakin tingginya partisipasi dan antusiasme masyarakat dalam berbagai kegiatan politik, terutama dalam pembentukan partai. Pada perhitungan awal reformasi, ada lebih dari 80 parati politik yang terbentuk walau banyak pula yang tergusur pada saat masa pendaftaran resmi dibuka
5.      Semakin diterapkannya otonomi daerah, dimana kekuasaan tidak lagi dimonopoli oleh pemerintah pusat tetapi daerah juga diberi kewenangan dalam mengurus rumah tangganya sendiri
6.      Keadilan semakin terasa menyeluruh pada masyarakat Indonesia. Seperti dikemukakan penulis pada bab pendahuluan, bahwa masyarakat etnis Tionghoa menjadi sama haknya dengan WNI lainnya, pengakuan agama Konghucu, dan menjadikan Hari Raya Imlek sebagai libur nasional

b. Kekurangannya adalah sebagai berikut.
1.        Maraknya kerusuhan akibat demonstrasi yang dilakukan para aktivis sebagai bentuk penyaluran aspirasi masyarakat. Sumber Daya Manusia Indonesia yang tidak mengerti bagaimana seharusnya demonstrasi yang baik malah melakukan tindakan anarkis sebagai bentuk kepedulian pada kepentingan masyarakat.
2.      Merajalelanya KKN sebagai akibat diberlakukannya otonomi daerah. Pejabat-pejabat daerah berpendapat bahwa bukan hanya pemerintah pusat saja yang mampu melakukan KKN, tetapi mereka juga mampu.
3.       Kebebasan pers disalah gunakan banyak pihak (penguasa) untuk mencari keburukan dari elit-elit politik yang menjadi saingan politiknya. Sehingga yang terjadi perpecahan antar partai koalisi, bahkan perpecahan ditubuh partai itu sendiri.
4.      Semakin maraknya intervensi asing (teroris) sebagai akibat kelemahan pertahanan dan keamanan dalam negeri. Juga akibat sifat pemerintahan Indonesia yang terlalu terbuka terhadap luar negeri.
5.      Meningkatnya kriminalitas akibat perlindungan HAM yang tidak seimbang. Semua pelaku criminal tersebut akan membela diri dengan mengatakan bahwa ia melakukan kejahatan karena hak nya tidak terpenuhi.

B.      Bidang Sosial
Perubahan politik di Indonesia sejak bulan Mei 1998 merupakan babak baru bagi penyelesaian masalah Timor Timur. Pemerintah Indonesia yang dipimpin oleh Presiden B.J. Habibie telah menawarkan pilihan, yaitu pemberian otonomi khusus kepada Timor Timur di dalam Negara Kesatuan RI atau memisahkan diri dari Indonesia. 

Melalui perundingan yang disponsori oleh PBB, di New York,Amerika Serikat pada tanggal 5 Mei 1999 ditandatangani kesepakatan tripartit antara  Indonesia, Portugal, dan PBB untuk melakukan jajak pendapat mengenai status masa depan Timor Timur.
PBB kemudian membentuk misi PBB di Timor Timur atau United Nations Assistance Mission in East Timor (UNAMET). Misi ini bertugas melakukan jajak pendapat. Jajak pendapat diselenggarakan tanggal 30 Agustus 1999. Jajak pendapat diikuti oleh 451.792 penduduk Timor Timur berdasarkan kriteria UNAMET. Jajak pendapat diumumkan oleh PBB di New York dan Dili pada tanggal 4 September 1999. 

Hasil jajak pendapat menunjukkan bahwa 78,5% penduduk Timor Timur menolak menerima otonomi khusus dalam NKRI dan 21,5% menerima usul otonomi khusus yang ditawarkan pemerintah RI. Ini berarti Timor Timur harus lepas dari Indonesia. Ketetapan MPR No. V/MPR/1999  tentang Penentuan Pendapat Rakyat di Timor Timur menyatakan mencabut berlakunya Tap. MPR No. V/MPR/1978. Selain itu, mengakui hasiljajak pendapat tanggal 30 Agustus 1999 yang  menolak otonomi khusus.
Pengalaman lepasnya Timor Timur dari Indonesia menjadikan pemerintah lebih waspada terhadap masalah Aceh dan Papua. Sikap politik pemerintah di era reformasi terhadap penyelesaian masalah Aceh dan Papua dilakukan dengan memberi otonomi khusus pada dua daerah tersebut. 

Untuk lebih memberi perhatian dan semangat pada penduduk Irian Jaya, di era kepemimpinan Presiden Abdurrahman Wahid nama Irian Jaya diganti menjadi Papua. Pemerintah pusat juga memberi otonomi khusus pada wilayah Papua. 

Dengan demikian, pemerintah telah berusaha merespon sebagian keinginan warga Papua untuk dapat lebih memaksimalkan segala potensinya untuk kesejahteraan rakyat Papua sendiri. Meskipun begitu, masih saja terjadi usaha untuk memisahkan diri dari NKRI, terutama yang dipimpin oleh Theys H. Eluoy, Ketua Presidium Dewan Papua. 

Gerakan Papua Merdeka sempat mereda setelah Theys H. Eluoy tewas tertembak pada tanggal 11 November 2001 yang diduga dilakukan oleh beberapa oknum TNI dari Satgas Tribuana X. Penyelesaian konflik seperti itu sebenarnya tidak dikehendaki pemerintah, namun ada saja oknum yang memancing di air keruh sehingga menimbulkan ketegangan.
Keinginan sebagian rakyat untuk merdeka telah menyebabkan pemerintah bertindak keras. Apalagi setelah pengalaman Timor Timur dan pemberian otonomi khusus pada rakyat tidak memberikan hasil maksimal. Pada masa pemerintahan Presiden Megawati Sukarnoputri, Aceh telah mendapat otonomi khusus dengan nama Nanggroe Aceh Darussalam. Namun, keinginan baik pemerintah kurang mendapat sambutan sebagian rakyat Aceh. 

Kelompok Gerakan Aceh Merdeka (GAM) tetap pada tuntutannya, yaitu ingin Aceh merdeka. Akibatnya, di Aceh sering terjadi gangguan keamanan, seperti penghadangan dan perampokan truk-truk pembawa kebutuhan rakyat, serta terjadinya penculikan dan pembunuhan pada tokoh-tokoh yang memihak Indonesia. 

Agar keadaan tidak makin parah, pemerintah pusat dengan persetujuan DPR, akhirnya melaksanakan operasi militer di Aceh. Hukum darurat militer diberlakukan di Aceh. Para pendukung Gerakan Aceh Merdeka ditangkap. Namun demikian, operasi militer juga tetap saja menyengsarakan warga sipil sehingga diharapkan dapat segera selesai.
Gejolak politik di era reformasi juga ditandai dengan banyaknya teror bom di Indonesia. Teror bom terbesar terjadi di sebuah tempat hiburan di Legian, Kuta, Bali yang menewaskan ratusan orang asing. Pada tanggal 12 Oktober 2002 bom berikutnya sempat memporak-porandakan Hotel J.W. Marriot di Jakarta beberapa waktu lalu.

Keadaan yang tidak aman dan banyaknya teror bom memperburuk citra Indonesia di mata internasional sehingga banyak investor yang batal menanamkan modal di Indonesia. Kondisi politik Indonesia yang kurang menguntungkan tersebut diperparah dengan tidak ditegakkannya hukum dan hak asasi manusia (HAM) sebagaimana mestinya. 

Berbagai kasus pelanggaran hukum dan HAM terutama yang menyangkut tokoh-tokoh politik, konglomerat, dan oknum TNI tidak pernah terselesaikan secara adil dan jujur. Oleh karena itu, rakyat makin tidak percaya pada penguasa meskipun dua kali telah terjadi pergantian pimpinan negara sejak Soeharto tidak menjadi Presiden RI.

Saat Krisis Moneter
Sejak krisis moneter tahun 1997, perusahaan swasta mengalami kerugian dan kesulitan dalam membayar gaji karyawan. Sementara itu harga-harga kebutuhan bahan pokok semakin melambung tinggi. Hal ini berakibat langsung kepada para pekerja. Sehingga banyak karyawan yang menuntut kenaikan gaji pada perusahaan.
Keadaan inilah yang menjadi masalah cukup berat, karena satu sisi perusahaan mengalami kerugian dan di sisi lain para pekerja menuntut kenaikan gaji. Tuntutan tersebut sangat sulit dipenuhi dan pada akhirnya berimbas pada mem-PHK karyawannya.
           
Karyawan yang di PHK itu menambah jumlah pengangguran sehingga jumlah pengangguran pada saat itu diperkirakan mencapai 40 juta orang. Dampaknya adalah maraknya tindakan kriminalitas yang terjadi dalam masyarakat.
Oleh karena itu pemerintah harus membuka lapangan kerja baru yang dapat menampung para penganggur tersebut. Dan juga menarik kembali para investor untuk menanamkan modalnya ke Indonesia sehingga dapat membuka lapangan kerja

C.      Bidang Ekonomi
Sejak berlangsungnya krisis moneter pertengahan 1997, ekonomi Indonesia mengalami keterpurukan. Indonesia mengalami kondisi yang cukup terpuruk dengan terjadinya inflasi. . Terlihat dari nilai rupiah yang masih bertahan di kisaran Rp 8.000 – Rp 9.000 per dollar AS. Keadaan perekonomian makin memburuk dan kesejahteraan rakyat makin menurun. Banyak investor asing yang lari keluar negeri dengan alasan tidak ada jaminan keamanan di Indonesia dan Indonesia dinilai bukan lagi tempat investasi yang menarik. Akibatnya, pertumbuhan ekonomi menjadi sangat terbatas dan pendapatan perkapita cenderung memburuk sejak tahun 1997.
Pemerintah juga tidak sanggup mengontrol mata uang asing yang beredar di Indonesia, terutama mata uang Amerika Serikat, keadaan kas Negara dan bea cukai dalam keadaan nihil, begitu juga dengan pajak. Oleh karena itu dengan sangat terpaksa pemerintah Indonesia mencari pinjaman dana dari luar negeri seperti Amerika, tetapi semua itu tidak memberikan hasil dan malah memperburuk keadaan rakyat. Banyak peristiwa yang mengakibatkan defisitnya keuangan negara salah satunya adalah pejabat negara yang korupt. Usaha-usaha yang telah dilakukan oleh pemerintah RI untuk mengatasi masalah ekonomi adalah menyelenggarakan konferensi ekonomi dengan agenda utamanya adalah usaha peningkatan produksi pangan dan cara pendistribusiannya, masalah sandang, serta status dan administrasi perkebunan milik swasta/asing. Catatan 14 tahun terakhir menunjukkan betapa kondisi sosial-ekonomi, politik, hukum dan budaya kian masuk ke dalam suatu krisis multi-dimensional. Dengan demikian, dapat dimengerti mengapa banyak masyarakat semakin kehilangan makna atas proses demokratisasi di Indonesia, dan karenanya semakin tidak percaya dengan proses-proses politik yang sedang berjalan atau mengalami krisis kepercayaan (distrust) terhadap sistem politik, kepemimpinan politik, organisasi politik serta lembaga-lembaga politik (formal mau pun non-formal). Kondisi ini paling tidak oleh sebagian kalangan dikuatirkan akan menuju stagnasi politik, dengan demikian projek reformasi pun akan gagal, yang ujungnya akan bisa menimbulkan krisis politik dan ekonomi yang jauh lebih parah dari yang sebelumnya pernah dialami.
Kesimpulan
Catatan masa pasca reformasi menunjukkan betapa kondisi sosial, ekonomi, politik kian masuk ke dalam suatu krisis multi-dimensional. Dengan demikian, dapat dimengerti mengapa banyak masyarakat semakin kehilangan makna atas proses demokratisasi di Indonesia, dan karenanya semakin tidak percaya dengan proses-proses politik yang sedang berjalan atau mengalami distrust terhadap sistem politik, kepemimpinan politik, organisasi politik serta lembaga-lembaga politik (formal mau pun non-formal). Kondisi ini paling tidak oleh sebagian kalangan dikuatirkan akan menuju stagnasi politik, dengan demikian projek reformasi pun akan gagal, yang ujungnya akan bisa menimbulkan krisis politik dan ekonomi yang jauh lebih parah dari yang sebelumnya pernah dialami.


Harus diakui, perubahan sistem politik di Indonesia yang berjalan sangat cepat sejak reformasi 1998 tidak sepenuhnya berada di dalam kontrol kaum pergerakan, untuk tidak dikatakan telah jatuh ke tangan kelompok ideologis lain. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa kekuatan liberal yang memasukkan ide-ide liberalisasi politik sekaligus liberalisasi ekonomi, lebih dominan. Jika pun terjadi sirkulasi kepemimpinan elit politik di negeri ini, sesungguhnya perputaran itu sekaligus menyingkirkan kalangan kiri dan sosial-demokrasi, meski ide reformasi sebetulnya digagas oleh kelompok ini. Berbagai alasan penyebab bisa diuraikan, namun yang paling pokok adalah kegagalan membangun organisasi strategis di dalam mengarahkan perubahan. Kaum kiri dan sosial-demokrat, selain miskin inovasi di dalam menyusun skema organisasi perjuangannya, juga gagal meyakinkan publik mengenai platform perjuangan yang lebih praktikal. Kebiasaan berwacana di tataran ideologi abstrak menyebabkannya tak begitu mendapatkan dukungan publik yang lebih luas, selain persoalan-persoalan konflik internal yang tak berkesudahan.

Karena itu, dengan gampang desain kaum liberal diterima menjadi desain baru sistem politik Indonesia, sementara sistem ekonomi kapitalistik tinggal meneruskan skema ekonomi Orde Baru dengan berbagai polesan kecil ditambah penetrasi ide neoliberalisme ke dalam sistem ekonomi. Penguasaan yang lemah akan modal sosial, finansial dan jaringan sosial-politik yang miskin, ditambah miskinnya kreasi, mendorong kaum kiri dan sosial-demokrat berada di pinggiran.


Dalam posisi seperti inilah kemudian format ketatanegaraan kita disusun, dimana dominasi kaum liberal menjadi begitu dominan, selain kelompok pragmatis yang memang merupakan pemain lama di dalam pentas politik dan ekonomi nasional (saya menyebutnya sebagai broker politik dan ekonomi suatu istilah yang mungkin secara akademik kurang tepat). Tidak heran, bila kemudian arah reformasi sistem politik menjadi hampir tidak terkawal. Perubahan konstitusi mau pun akibatnya terhadap perubahan institusi dan norma perilaku berpolitik, kebijakan dan praktek politik pemerintahan jauh dari apa yang dicita-citakan kaum kiri dan sosial-demokrat

Lagu Daerah Pengiring Tari Payung

Lagu pengiringnya berjudul Babendi-bendi ke Sungai Tanang. Berikut adalah lirik lagunya :
Babendi-bendi Babendi..bendi Ka sungai tanang Aduhai sayang (2x)
Singgahlah mamatiak..singgahlah mamatiak Bunga lembayung (2x)
Hati siapo..indak ka sanang aduhai sayang..(2x) Mailek rang mudo..mailek rang mudo manari payung..(2x)
Hati siapo..hati siapo..indak ka sanang aduhai sayang..(2x) Mailek si nona..mailek si nona manari payung..(2x)
Berbendi-bendi Berbendi-bendi Ke sungai tenang..aduhai sayang (2x)
Singgahlah memetik..singgahlah memetik bunga lembayung Hati siapa..hati siapa tidaklah senang aduhai sayang (2x)
 Melihat orang muda..melihat orang muda menari payung.. Hati siapa tidaklah senang aduhai sayang (2x)
 Melihat si nona..melihat si nona..menari payung(2x)
Dalam lagu ini, dikisahkan sepasang suami istri yang sedang berbulan madu dan mandi di kolam bernama Sungai Tanang. Lebih khusus lagi, dalam tarian ini, payung merupakan simbol perlindungan suami terhadap istrinya.
Jumlah penari dalam Tari Payung Minangkabau selau genap dan selalu berpasangan, bisa tiga atau empat pasang. Kalaupun ada gerakan lelaki berpindah pasangan, bukan berarti hatinya terbagi dua atau lebih, namun itu hanya wujud dari kreasi yang dimainkan. Pada hakekatnya mereka hanya satu pasang, tetapi digambarkan dalam bentuk banyak.   Hal ini bisa dlihat dari kostum yang dimainkan, dimana seluruh penari permpuan berpakaian sama, begitu dengan penari laki-laki yang semuanya juga sama. Payung yang dimainkan juga berbentuk sama.
Alat musik yang digunakan berupa alat musik tiup, seperti seruling yang terbuat dari bambu.

Lirik dan Keterangan Lagu Hujan Gerimis Aje

LAGU HUJAN GERIMIS AJE
Eh ujan gerimis aje
ikan teri diasinin
eh jangan menangis aje
yang pergi jangan dipikirin
Eh ujan gerimis aje
Ikan lele ada kumisnye
Eh jangan menangis aje
Kalo boleh cari gantinye
Mengapa ujan gerimis aje
Pergi berlayar ke tanjung cina
Mengapa adek menangis aje
Kalo memang jodo ngga kemana, hei hei
Eh ujan gerimis aje
Ikan bawal diasinin
Eh jangan menangis aje
Bulan syawal mau dikawinin
Mau dikawinin jangan nangis
Mengapa adek menangis aje
Kalo memang jodo ngga kemana, hei hei
Jalan jalan ke menado
Jangan lupa membeli parang
Kalo niat mencari jodo
Cari yang hitam seperti saya


Lagu ini merupakan lagu ciptaan Benyamin Sueb yang dibawakan dan dipopulerkan oleh dirinya sendiri dengan Ida Rohyani. Lagu ini mengandung pesan-pesan dalam kehidupan sehari-hari berupa pantun yang dibawakan dengan sebuah lagu. Adapun pesan yang terkandung dalam lagu ini yaitu kita tidak boleh bersedih dan menyesal dalam hidup. Khususnya dalam urusan asmara/jodoh. Lagu ini termasuk lagu daerah Betawi karena bahasa yang digunakan yaitu Bahasa Betawi. Selain itu, lagu Hujan Gerimis Aje sering dinyanyikan saat festival perayaan Betawi dan dalam drama Betawi.

Contoh Ulasan Suatu Obyek

Nama obyek    : kotak pensil
Warna              : biru
Panjang           : 20 cm
Harga              : Rp 10.000,00
Bahan              : kain
Para pelajar membutuhkan berbagai alat tulis untuk menunjang pembelajaran di sekolah. Berbagai alat tulis tersebut dimasukkan ke dalam suatu tempat agar tidak tercecer dan mudah dibawa. Benda tersebut adalah kotak pensil. Kotak pensil digunakan untuk menyimpan alat tulis yang berukuran kecil, seperti pensil, pulpen, dan penghapus. Kotak pensil tidak hanya dibutuhkan oleh pelajar, namun juga dibutuhkan bagi pekerja.
Ukuran kotak pensil beragam namun yang saya amati adalah kotak pensil yang berukuran kecil. Benda ini relatif murah sehingga dapat dijangkau berbagai kalangan. Bahan dari kotak pensil ini adalah kain. Pada depannya, terdapat gambar seorang perempuan berkerudung merah. Kotak pensil dapat dibeli di toko alat tulis.
Apabila kotak pensil terkena air, air akan menembus ke dalam isi kotak pensil. Sehingga, alat tulis yang ada di dalamnya akan basah. Ukurannya yang kecil menjadikan barang-barang yang masuk hanya terbatas. Namun, motif dan warnanya menarik. Harganya yang terjangkau pun memudahkan kita untuk membelinya.

Kotak pensil merupakan benda yang penting untuk dimiliki pelajar. Dengan adanya benda tersebut memudahkan untuk membawa alat-alat tulis. Sehingga, kita wajib merawatnya agar kotak pensil tidak mudah rusak. Sebuah kotak pensil tidak harus dilihat dari harga dan bentuknya, namun yang terpenting adalah manfaat dan kegunaannya.