Jumat, 05 September 2014

Karakteristik Daerah Wonosobo

Nama Daerah
Kecamatan Wonosobo
Luas wilayah
Luas Kecamatan Wonosobo adalah 3.237,646 ha dengan komposisi tata guna lahan atas lahan sawah seluas 1.081,398 ha dan lahan bukan sawah seluas 2.156,238 ha. Lahan sawah yang teraliri irigasi teknis seluas 164,358 ha, setengah teknis seluas 117,200 ha, irigasi sederhana seluas 783,760 ha dan tadah hujan seluas 16,080 ha. Lahan bukan sawah terbagi atas pekarangan dan bangunan seluas 976,865 ha, tegalan  720,410 ha.

Sejarah daerah
Wonosobo berasal dari bahasa Sansekerta “wauna” dan “seba”. Wauna yang artinya sebuah tempat/dusun/desa yang kini disebut kabupaten. Seba adalah tempat bertemunya para pandita.
Pada zaman dulu Dieng merupakan tempat bertemunya para pandita dari berbagai penjuru dunia melalui pantai utara Pulau Jawa, kapal yang ditumpangi oleh para pandita merapat melalui dermaga di wilayah Kabupeten Batang, lalu menuju ke Dieng.
Permulaan sejarah Wonosobo ditengarai dengan datangnya 3 tokoh pada abad ke 17, yaitu Kyai Kolodete, Kyai Walik, Kyai Karim. Ketiganya datang ke Wonosobo dengan sanak keluarganya. Sesaat itu kondisi Wonosobo masih merupakan hamparan hutan belantara yang amat menakutkan, 2 gunung pengayom mengawasi dari timur, Gunung Sumbing dan Gunung Sindoro, singkat kata jarang orang berani mengarungi hutan kawasan Wonosobo.  
Tiga tokoh di atas diyakini keberaniannya telah berhasil mendirikan kota Wonosobo dengan peran masing-masing ialah: Kyai Walik sebagai tokoh perancang kota, Kyai Karim sebagai tokoh yang mampu meletakkan sendi-sendi dasar pemerintahan, sementara itu Kyai Kolodete memang tidak begitu jelas peranannya, Namun Kyai Kolodete dikenal sebagai pennguasa di daerah Dataran Tinggi Dieng.
Tonggak sejarah Kabupaten Wonosobo dimulai dengan pemerintahan yang dipimpin oleh Raden Muh. Ngarpah sebagai Bupati pertama dengan gelar Kanjeng Raden Tumenggung(KRT) Setjanegara.

Budaya daerah
Tari Lengger
Sebuah tari tradisional yang dijadikan maskot Kabupaten Wonosobo. Lengger berasal dari kata “Elingo Ngger” yang artinya manusia hidup harus ingat kepada Tuhan YME dan sesama. Pada awalnya tarian lengger dibawakan oleh anak laki-laki yang dirias seperti wanita. Pementasannya identik dengan tari topeng yang mempuyai karakter berbeda-beda.
Tari Emblek
Seni Eblek (kuda lumping) merupakan kesenian yang menggunakan kuda mainan, merupakan bentuk apresiasi dan hubungan rakyat jelata terhadap pasukan berkuda Diponegero dalam melawan penjajah.

Potensi daerah
Padi, ketela pohon, jagung, albasia, ayam potong, peyek paru, sale pisang dan industri kecil mebelair, roti, grubi, tempe, keripik jamur, kacang dieng, keripik tahu, carica, kerupuk, batako, konveksi.